Teh Herbal Merusak Kesehatan Gigi (?)




Tradisi minum teh telah ada selama beberapa generasi. Pada masyarakat Cina ataupun Jepang dikenal budaya minum teh di sore hari. Pun di beberapa peradaban barat. Seperti bunyi iklan di Teve “Mari ngeteh, mari bicara” –mengutip slogan salah satu iklan produk teh di Indonesia- tradisi minum teh menjadi semacam mediasi untuk diplomasi kenegaraan maupun urusan bisnis. Teh menjadi semacam jembatan komunikasi.
Itu pula yang terjadi ratusan tahun silam, saat kolonialis Amerika melakukan protes atas kebijakan sistem pajak negara iduknya, Britania Raya. Peristiwa 16 Desember 1773 itu tercatat dalam sejarah sebagai Boston Tea Party, sebuah peristiwa dibuangnya kotak-kotak berisi teh dari kapal di Pelabuhan Boston. Aksi sweeping terhadap teh ini adalah manifestasi semangat perlawanan. Dalam semiotik, teh di sini adalah simbol kekuasaan, membuang teh berarti perlawanan terhadap kekuasaan. Peristiwa ini pula yang menjadi salah satu pemicu timbulnya Revolusi Amerika pada tahun 1775.
Menembus ruang dan waktu sedemikian panjang itu, teh tetap menempati ruang khusus bagi banyak penikmatnya. Minuman hasil sebuah infusi yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman semak Camellia sinensis dengan air panas. Rasanya yang sedikit pahit merupakan kenikmatan tersendiri. Apalagi minuman sumber alami kafein, teofilin dan antioksidan dengan kadar lemak, karbohidrat, dan protein mendekati nol persen ini dinilai baik untuk keseimbangan tubuh.
Selain teh yang terbuat dari bagian tanaman semak Camelia Sinesis ini, belakangan terdapat pula jenis teh lain yang terbuat dari ramuan bunga, daun,akar, biji, atau buah kering. Jenis teh satu ini dikenal sebagai teh herbal. Dalam bahasa Inggris disebut “tisane” atau herbal tea. Walaupun disebut teh, teh herbal tidak mengandung daun dari tanaman teh Camellia sinensis. Teh melati dan earl grey, walaupun mengandung ramuan bunga atau buah kering tidak termasuk dalam golongan the herbal. Campuran jeruk (bergamot) atau melati ke dalam teh ini sekadar membuat variasi aroma teh.

Untuk mendapatkan minuman yang beraroma harum ini, teh herbal biasanya diseduh dengan air panas. Namun beberapa teh herbal dari bahan biji tumbuhan atau akar sering perlu direbus lebih dulu sebelum disaring dan siap disajikan. Saat ini, teh herbal semakin praktis, tersedia dalam kemasan kaleng, kantong teh, atau teh herbal siap minum dalam kemasan kotak. Teh herbal juga gampang diolah, bahan-bahan yang dikumpulkan dari kebun, seperti bunga kembang sepatu, seruni, atau kamomila, dan daun-daun beraroma harum seperti pepermint dan rosemary, setelah dikeringkan bisa diramu menjadi teh herbal.

Walaupun disebut sebagai teh imitasi, teh herbal sangat banyak manfaatnya, selain untuk keperluan pelangsingan tubuh. Jenis teh ini, tak hanya terbukti dapat mencegah tapi juga dapat menyembuhkan penyakit ringan seperti flu atau demam.

Bagi Anda, pencinta teh herbal, sebuah penelitian terbaru dari Universitas Bristol Dental School, Inggris mengungkapkan fakta lain mengenai teh herbal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa teh herbal dapat menyebabkan kerusakan pada gigi. Kandungannya dapat mengikis email gigi dan merusak lapisan terluar gigi seperti dimuat dalam Journal of Dentistry.

Ditemukan kadar keasaman rata-rata yang berbeda pada berbagai jenis teh herbal. Beberapa teh mengandung tingkat pH yang relatif rendah sehingga bersifat asam dan cenderung merusak gigi. Beberapa lagi berpH tinggi, cenderung mengandung alkaline dan tidak berbahaya bagi kesehatan gigi. Sayangnya penelitian ini menunjukkan sebagian besar teh herbal cenderung dapat merusak email gigi, bahkan beberapa di antaranya memiliki dampak tiga kali lebih tinggi daripada jus jeruk.

Tapi Anda para pencinta teh herbal tidak perlu khawatir! Kabar baiknya adalah jika teh ini dikonsumsi dalam kadar yang normal, maka kadar asam yang menempel pada gigi akan dinetralisir oleh saliva dalam mulut. Ah… agaknya apapun memang layak digunakan dalam jumlah seimbang. Obat sekalipun jika dikonsumsi dengan dosis berlebih akan menjelma racun. Kita memang dituntut bijaksana dalam memilih. (Eka Rehulin/diterbitkan di LuxoMagazine edisi 4/Photo:int)

Komentar

Postingan Populer