Medan, Food Paradise
Inilah warna kota yang sesungguhnya. Kala senja menyergap, cahaya matahari menjadi kemerah-merahan, lantas menghitam di langit barat, tiang-tiang listrik mengambil kuasa atas cahaya. Bumi tetap merona dengan warna buatan manusia. Di jalanan, di antara kegaduhan tuter mobil mengantar para pekerja migran pulang ke rumah, kota tetap menggeliat. Jalanan masih saja padat, orang-orang masih saja simpang siur. Di beberapa titik kota, keramaian terkonsentrasi. Warung-warung dan outlet-outlet makanan menjadi warna tersendiri di malam hari.
Tak pelak Medan. Sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, Medan punya cerita tentang geliatnya di malam hari. Denyut aktivitas dan kerja mengandalkan cahaya listrik, bulan, dan bintang. Sebuah cerita yang telah terberita tentang “ Medan sebagai surga makanan”.
Medan memang surga kuliner. Pengakuan ini tidak hanya datang dari orang-orang Medan sendiri. Beberapa orang bahkan mengaku cinta Medan karena makanannya. Seperti Imelda, pendatang dari Jakarta ini mengaku tidak melewatkan mencicipi makanan Medan setiap kali bekunjung. Bondan Winarno, host “Wisata Kuliner” program food hunter di salah satu stasiun tv swasta pun mengakuinya. Dalam satu tulisannya Bondan mengatakan tidak hanya orang-orang di Indonesia, orang-orang luar negeri pun suka. Orang-orang Penang (Malaysia) dan Singapura banyak yang mengaku suka dengan makanan Medan. Seperti juga halnya orang Medan pun mengaku suka makanan Penang dan Singapura.
Keberadaan pusat-pusat jajanan di malam hari ini menjadikan Medan kian semarak, malam tidaklah selalu membosankan. Malam hari bisa jadi menjadi saat yang ditunggu-tunggu sebagian orang. Para pendatang di Medan misalnya. Malam hari ditunggu untuk menikmati jajanan-jajanan bercita rasa Medan yang hanya ada di malam hari. Malam hari juga kerap dinanti untuk sekadar hang out, membuang penat, atau berkumpul bersama keluarga sambil menikmati jajanan-jajanan bercita rasa Medan.
Makanan Medan memang punya keunikan. Pangaruh cita rasa kultur kuliner India dan Tionghoa terhadap kuliner Melayu dan Batak yang kaya dan unik. “Rasanya pas, tidak terlalu manis. Pedas dan asinnya, bumbunya… pokoknya beda banget,” kata Evi, karyawan Clipan Finance Jakarta yang sedang bertugas di Medan.
Edisi kali ini Luxo menyajikan kepada Anda tempat-tempat makan di berbagai kawasan di seputaran Medan. Dari yang bertarif ratusan ribu rupiah hingga puluhan ribu rupiah. Bermodalkan puluhan ribu bukan berarti Anda harus mengabaikan cita rasa. Lidah Anda sendiri yang akan membuktikannya.
Lets no skip dinner, ayo kita keliling Medan, mencari makanan dan makanan. Lupakan rencana program diet Anda! Nikmati dulu mak nyuss-nya kuliner Medan. Karena masakan memang bukan sekadar makanan, tetapi juga cita rasa dan kenikmatan.
Merdeka Walk
Restoran Nelayan, Cita Rasa Ala Medan
Apa yang paling diminati orang di restoran ini? “Dingsum!” jawab Teng Un, Marketing Manager Restoran Sari Laut, Nelayan dengan pasti. “Orang kalau dengar Dingsum, pasti ingatnya langsung Restoran Nelayan,” katanya pula.
Dingsum memang makanan khas Restoran Nelayan. Saat kru Luxo datang ke restoran ini, puluhan pengunjung memadati kursi-kursinya. Para pramusaji berkeliling dari meja ke meja menawarkan beragam makanan di atas nampan. Makanan berwadah bulat terbuat dari bambu. Inilah Dingsum.
Sajian pertama yang ditawarkan kepada Anda begitu menjejakkan kaki di restoran ini. Hidangan-hidangan lain akan ditawaran menyusul, sebagai pelengkap santapan Anda. Dingsum adalah makanan seafood yang dibuat seperti siomay –biasa juga disebut siomay. Bahan dasarnya tentu saja bahan-bahan yang terbaik dari laut Indonesia.
Penyajiannya biasanya di dalam wadah yang terbuat dari bambu. Ini hanya ciri khas Nelayan, tiak berpengaruh terhadap cita rasa. Wadah bambu untuk mengingatkan negara asal Dingsum, Negeri tirai bambu.
Dingsum yang paling enak adalah Dingsum Rumput Laut, Hakai Udang, dan Siomay Ayam. Rasanya emhh… sedap. Sangat terasa seafood-nya. Makanan beraroma laut dibaluri bumbu yang tepat. Hasilnya… menggugah selera makan. Mau lagi dan lagi.
Dingsum Rumput Laut adalah dingsum yang dibungkus rumput laut, isinya cacahan daging udang segar. Dagingnya empuk, tiap kali gigitan mulut Anda akan penuh dengan nikmatnya daging udang segar. Cocolan sambalnya terasa pas pedasnya di lidah. Ada lagi Hakai Udang atau siomay udang. Sama-sama berisi udang, hanya saja bukan cacahan udang. Isinya udang utuh dengan ekor mencuat dipermukaan dingsum membuatnya tampak lebih menarik. Sedangkan Siomay Ayam, tentu saja bahan dasarnya adalah daging ayam. Jadi kalau Anda bukan seafood addict jangan kuatir, Anda dapat memesan makanan dengan bahan dasar daging sapi atau daging ayam.
Sebenarnya dingsum, di negeri asalnya, China bukanlah makanan segala suasana. Dingsum adalah menu untuk sarapan pagi. Dingsum dinikmati bersama semangkuk bubur seperti yang di sediakan Restoran Sari Laut Nelayan di Jalan Merak Jingga setiap hari Minggu atau hari libur. “Itulah Dingsum yang sebenar-benarnya,” kata Teng Un.
Masyarakat Medan, selain jago memplesetkan kata ternyata juga jago memplesetkan makna. “Semuanya kan kita sesuaikan dengan selera pasar. Dengan lidah orang Medanlah tentunya,” komentar Teng Un pria kelahiran kota kerang Tanjung Balai ini. Dingsum pun akhirnya di-set seperti selera pasar. Rasanya, isinya, dan variasinya. Dingsum bukan untuk sarapan saja tetapi untuk segala suasana. “Mau pagi, mau malam, kalau mau dingsum ya dimakan saja,” cerita Teng Un tertawa. Semua disesuaikan dengan cita rasa ala Medan, dingsum yang asli bahkan terasa hambar bagi masyarakat Medan. Keasinan, pedasnya benar-benar telah disesuaikan.
Kalau lapar namun tidak ingin cepat kenyang –Anda masih ingin mencoba menu yang lain- Nasi Prang yang ditawarkan para waiter berkeliling sangat cocok menjadi pilihan. Nasi lemak porsi kecil sekali makan seharga Rp3500. Satu sendok nasi yang tidak akan membuat perut Anda kekenyangan. Aromanya gurih. Terserah mau pilih Nasi Prang Ayam atau Nasi Prang Telur.
Hidangan rekomendasi lain bagi Anda adalah Kaki Ayam Saos Tiram. Para pencinta ceker ayam, jangan kelewatan yang satu ini. Saos tiramnya… nikmat. Nasi goreng udang galah dan Mie Hot Plate Udang Galah Saos Pedas juga layak menjadi pillihan. Dengan harga Rp33 ribu Anda dapat menikmati satu porsi udang galah besar plus mie goreng dengan saos pedas. Rasanya? Jangan tanya lagi!
Tak heran restoran ini selalu dipadati pengunjung. Bagi Anda pencinta makanan seafood restoran satu ini jangan sampai terlewatkan. “Restoran kita ini terjamin kehalalannya. Selain hidangan seafood kita juga sediakan masakan dengan bahan dasar daging. Yang halal pastinya, seperti ayam dan sapi,” jamin Teng Un.
Tak cuma Nelayan, di Merdeka Walk, terdapat sekitar 35 outlet makanan yang lainnya yang buka hingga pukul sebelas malam. Seperti Pizza Hut, Hoka-hoka Bento, dan Mc Donald. Ester Rhani, Manager Public Relation Merdeka Walk mengatakan setiap outlet punya cita rasa tersendiri. “Tergantung kepada selera masing-masing,” kata Ester. Untuk menjamin kualitas makanan manajemen Merdeka Walk akan mengadakan food control setiap bulannya. Kualitas bahan makanan, cita rasa, dan kebersihan tak luput dari perhatian mereka. “Jadi pengelola outlet-outlet tersebut tidak bisa sembarangan dengan rasa,” jamin Ester. “Untuk sekadar ngopi dengan teman-teman saya akan jatuhkan pilihan pada Killiney,” rekomendasi Ester.
Pagaruyung
Sate Padang di Medan
Dari Merdeka Walk kita beranjak ke Pagaruyung. Daerah yang berlokasi di Kampung Keling, tak jauh dari pusat perbelanjaan Sun Plaza ini sudah ada sejak lebih kurang sepuluh tahun silam.Tempat jajanan satu ini lebih merakyat. Harganya lebih terjangkau. Namun tak kalah juga nikmatnya.
Berbagai pilihan makanan ditawarkan di sini. Mulai dari Nasi goreng, pecelele, Misop, Ayam baker, pempek, sup kambing, masakan seafood, ikan bakar, dan lain-lain. Namun jenis masakan yang paling terkenal dari cafe-café tenda dan kios-kios makanan di kawasan sepanjang 30 meter ini adalah Sate Padang dan Martabaknya.
Seperti namanya, Sate Padang, para pedagangnya yang biasa dipanggil Ajo, adalah peranakan Padang. Agar dapat menyantap gurihnya bumbu Sate Padang Luxo pun singgah di salah satu café tenda, Café Ajo Sayang. Satu porsi Sate disajikan. Rasanya tak mengecewakan. Aromanya juga sedap. Joni (27) pemilik café tenda ini membuka rahasia dibalik gurihnya bumbu yang membaluri empuknya sate kambing olahannya.
Memasak bumbu padang, semacam pasta, bumbu utama yang tak boleh ketinggalan, diawali dengan memasak sup. Begitu cerita Joni. Yang perlu dilakukan adalah membuat kaldu terlebih dahulu. Terserah apakah kaldu ayam atau sapi. Kaldu yang telah jadi tersebut dicampur dengan tepung roti dan kunyit. Hanya itukah rahasianya? “Bukan itu saja,” kata Joni. Agar rasanya lebih gress Joni menambahkan hati lembu. Barulah aroma dan rasanya menjadi sangat nikmat. “Semakin banyak hati lembu yang kita masukkan akan semakin enak rasanya,” beber Joni.
Walaupun baru dua bulan mengambil alih usaha orang tuanya, Joni mengaku tak sepi pengunjung. Sekitar 200an orang perhari singgah untuk makan. “Apalagi hari minggu, hari libur, atau hari besar lainnya. Wuih… tumpah ruah,” lanjut Joni. Try, salah seorang pengunjung mengaku suka makan di pagaruyung. “Murah meriah,” kata Try.
Selain sate ada juga Kwetiauw yang sangat nikmat di tempat ini. Kwetiauw yang disajikan oleh Akuang. Cara masaknya unik, masih mengikuti pakem tradisional, kwetiauw (biasa disebut juga mie tiauw) dimasak di atas tungku arang agar kering dan tidak lengket. Nikmatnya kwetiaw ini juga karena isinya yang beragam, udang dan bakso ikan.
Selat Panjang
Pilihan Non Muslim
Bila malam hari tiba, salah satu tempat favorit untuk mencari makan adalah tempat-tempat makan sepanjang Jalan Semarang dan Selat Panjang. Suasananya membuat kita serasa sedang berada di Hong Kong atau Singapura. Bukan saja karena sebagian besar pemilik dan pengunjung adalah warga keturunan Tionghoa, tetapi juga karena lokasinya yang merupakan daerah kota lama. Bangunan-bangunan di sekelilingnya sebagian besar adalah bangunan-bangunan tua.
Tempat ini bisa jadi tempat pilihan bagi masyarakat non muslim. Memang juga disediakan masakan-masakan halal –tidak mengandung daging babi- seperti mie pansit ayam. Ragam makanan yang disajikan juga sangat unik. Kalau mau makan Kodok Goreng, Kodok Kecap atau Kodok Tauco, datanglah ke tempat ini. Pusat jajanan sepanjang 30 meter ini juga menyediakan Bistik Udang, Bistik Daging Babi, Nasi Hainan, Sate Babi, Sate Ayam, Sate Padang, Bihun Bebek, Mie Cing Cong Fen, Kwetiaw Hokkian, Bubur Babi, Watfen, dan lain-lain.
Kalau mau makan makanan ringan, Anda bisa memesan Tau Kua He Ci yang juga disebut lap choy. Tau kua adalah tahu kuning padat sedangkan He ci adalah rempeyek udang. Hidangan Tau Kua He Ci ini juga memakai kangkung, tauge, cumi-cumi, dan kepiting, disiram kuah asam manis. Rasanya? Sedap… Harganya? Rata-rata berkisar Rp20 ribu per porsinya.
Imelda, salah satu pengunjung mengaku suka makanan di tempat ini. “Enaknya pas,” kata dara keturunan asal Jakarta ini. Selain suka dengan masakan-masakan seperti Nasi Gorengnya, ia juga sangat suka dengan Bakpao Kacamata yang berada di ujung Jalan Semarang. Bakpao yang lembut. “Dagingnya segar. Ga ada duanya lah,” lanjut Imelda.
Jl. Dr. Mansyur
Gardenia, Serasa Pesta Taman
Ingin tempat makan yang nyaman dan jauh dari kebisingan? Maka, tak salah kalau Anda menjatuhkan pilihan pada Gardenia. Lokasinya strategis namun suasananya dijamin nyaman. Anda akan serasa berada di tempat lain, bukan di tengah hiruk pikuknya kota. Serasa berada di taman. Itulah konsep yang ditawarkan Gardenia. Back to nature, begitu Hadid, manager Gardenia menyebutnya.
Berlokasi di Jalan SMTK Dalam, 500 meter dari Jalan Dr Mansyur. Begitu tiba di sana Anda akan disambut senyum manis para waiter yang sedia berdiri di pintu gerbang. Full oksigen. Hiruplah maka Anda akan mencium aroma rumput, daun-daun palem, dan tumbuhan tropis lainnya. Lihatlah berkeliling maka mata tertumbuk pada dekorasi segar. Tempat makan di antara tumbuhan hijau.
Jembatan mungil dari kayu akan mengantar Anda ke dalam taman. Lilin-lilin kecil menjadi cahaya pendamping lampu temaran yang menenangkan hati. Tempat ini benar-benar cocok untuk Anda yang menginginkan makan malam yang tenang. Romantic dinner juga cocok.
Ide ini menurut Hadid berawal dari kembalinya ia ke Medan, setelah beberapa tahun di Bali, Hadid tidak menemukan tempat hang out yang segar. Tercetuslah ide mendirikan Gardenia. “Kembali ke alam adalah terapi yang bagus untuk kehidupan modern sekarang,” cerita pria yang juga adalah salah satu owner Gardenia dan penyiar di salah satu radio di Medan. “Gua desain sendiri lho,” promonya lagi.
Tidak cuma kenyamanan dalam balutan kesederhanaan ini yang ditawarkan Gardenia. Menu-menunya pun tak kalah asiknya. Apa yang membuat Gardenia special? “Gardenia special karena ada saya, Mbak!” canda Hadid lagi. Gardenia menawarkan menu-menu lengkap yang lezat. Khas Gardenia. Mulai dari Oriental Food semisal sup, Western Food sejenis Steak, Tradisional Food, dan Bavarage special Gardenia.
Menu andalan di resto ini adalah Tradisional Food, yakni Nasi Goreng Rempah. Kombinasinya adalah kari kambing yang dicampur bermacam rempah. Nasi goreng ini bukan nasi goreng biasa. Setelah memakan nasi goreng ini bila Anda punya kebiasaan merokok, rasa kari dan rempahnya masih terasa di ujung lidah dan bibir ketika Anda merokok. Hmmm…
Minumannya pun tak kalah sedap. Back to nature, konsep ini juga berlaku untuk minumannya Minuman andalan di resto ini adalah White Teratai, Green Garden Special, Yellow Tropical, dan Sahara. White teratai adalah minuman dengan campuran sirup lychee dan nenas. Green Garden Special terbuat dari sawi hijau, melon, apel hijau, dan nenas. Yellow Tropical dari buah mangga, jeruk, dan markisa. Sedangkan Sahara terbuat dari jeruk, selasih, peech, dan tak lupa soda yang menimbulkan sensasi nikmat di mulut. Semuanya terasa segar dan pastinya juga sehat. Kandungan buah dan sayuran hijaunya bagus untuk kesehatan. Rasanya seunik namanya.
Menikmati makan di tempat ini memang tidak semurah beberapa pusat jajanan lain di Jalan Dr mansyur. Tapi harga tersebut tidaklah mahal untuk kepuasan yang diperoleh. Do you want eat in the natural restaurant? Tempat ini bisa jadi pilihan.
Warkop Harapan
Kocok Corner, Shake Your Night
Kalau pusat-pusat jajanan yang lain hanya buka hingga pukul 12 malam, pusat jajanan yang berlokasi di sepanjang Jalan Slamet Riyadi, Jalan Haji Misbah, Jalan Gurila, dan Jalan Samanhudi ini tak kenal lelah. Pusat jajanan ini terjaga hingga pukul 6 pagi hari. Bagi para pejalan larut, mereka yang biasa begadang dan ber-dugem ¬ria pusat jajanan ini bukanlah barang baru. Puluhan café tenda berjajaran di empat lokasi ini. Harganya murah meriah, rasanya juga tak mengecewakan.
Kocok Corner adalah salah satu Café Tenda paling special di lokasi ini. Bukan saja karena tampilannya yang lebih menarik, desain yang lebih modern, pun menu yang ditawarkan lain dari yang lain. Benar-benar beda! Namanya pun terbilang unik. Kocok Corner, nama yang diambil dari istilah plesetan yang akrab di telinga para pedugem. Tujuannya tentu saja membangun brand dan image di pikiran para pelanggan.
Istimewanya tempat satu ini juga karena sajiannya. Penggemar nasi goreng wajib mencoba Nasi Goreng Kambing racikan Kocok Corner. Rendang kambingnya sangat berasa pada tiap butir nasi. Kerasnya nasi juga sangat pas di lidah.
Ada lagi Martabak Indomie. Kalau tidak terlalu lapar, cobalah Martabak berisi mie instant ini. Minumannya juga lain dengan yang lain. Kopi yang disajikan adalah produk-produk Nescafe. Mulai dari Nescafe tarik, Nescafe Cappucino, Nescafe Float, hingga Nescafe Mochacino Float. Gimana ya rasanya Nescafe dengan setangkup es krim di atasnya? Nikmat sekali. Kopinya, krimnya, rasanya… sedap!
Nongkrong di tempat ini sehabis dugem, lapar tapi ingin makanan enak? Kocok Corner will shake your night. Menu spesialnya sedia, sajian kopinya membuat Anda terus terjaga hingga pagi tiba. Atau sekadar hang out dengan teman-teman? Kocok Corner pun layak Anda masukkan dalam daftar tongkrongan.
O ya… kalau Anda tertarik membuka usaha sejenis, Anda dapat datang langsung ke Kocok Corner atau menghubungi 0819-820-557. (Eka Rehulin/dimuat di LuxoMagazine edisi4)
Komentar
Posting Komentar